Tradisi berkunjung
ke rumah kerabat pada hari lebaran mengakibatkan jalan raya menjadi lebih padat.
Seperti yang baru saja kulihat. Pada lebaran hari kedua ini, jalan raya Tulungagung-Blitar
yang biasanya cukup lengang berubah menjadi padat. Mobil-mobil pribadi seperti
berdesakan. Sedangkan motor-motor yang kebanyakan dikendarai orang berbaju
batik dan berkopyah mencoba mengambil celah-celah kecil diantara mobil itu. Suara
klakson menderu bergantian, menandakan mereka ingin buru-buru. Tapi itu
sia-sia. Dari arah berlawananpun mobil juga berderet-deret, menggugurkan niat
mereka yang ingin menyalip buru-buru. Kami harus bersabar. Itu pedoman
keselamatan yang wajib kami pegang.
Mendadak saya
merasa percaya diri dengan situasi ini. Saya mencoba membandingkan kemacetan
ini dengan lalu lintas kota Malang yang tiga bulan ini kuakrabi. Di Malang,
terutama wilayah kota, lalu lintas padat adalah pemandangan harian. Itulah yang
memaksa pengguna kendaraan di Malang harus punya skill berkendara yang baik. Tanpa
bermaksud melebih-lebihkan, saya menilai warga Malang umumnya memiliki skill
berkendara yang lebih baik dibanding kota kelahiran saya maupun tetangganya,
Blitar. Kalau disini, mereka berani, tapi terarah. Berkendara di Malang tanpa
keberanian, menurut saya akan menyusahkan pengguna jalan yang lain. Tapi berani
saja tidak cukup, perlu kejelian dalam mengambil keputusan, seperti menyalip
atau mengambil celah diantara mobil-mobil besar. Saya masih teringat betapa
kagetnya saya ketika melihat lampu merah belum menyala hijau, orang-orang sudah
bergerak maju secara perlahan. Dan ini seperti menjadi kesepakatan bersama. Seolah
sudah saling memahami, pengendara dari arah lain harus benar-benar hati-hati
saat traffic light menyala lampu kuning. Yah, mungkin itu makna tertib berlalu
lintas bagi mereka.
Kalau di
Tulungagung, suasana jalan yang cukup lengang kadang memaksa saya harus ekstra
hati-hati. Kadang-kadang saya bersua dengan pengendara yang kurang konsentrasi,
ada juga yang blayakan menyeberang jalan tanpa aturan. Membandingkan situasi
di Tulungagung dan Malang, saya sempat berasumsi bahwa yang lebih utama
menyebabkan kecelakaan itu bukanlah padatnya jumlah kendaraan, melainkan
tingkat konsentrasi pengendaranya. Konsentrasi akan menuntun seseorang kapan
harus tancap gas dan kapan harus bergerak pelan, kapan harus bersabar dan kapan
harus segera menyeberang, kapan menunggu kendaraan di belakang untuk menyalip
dulu dan kapan segera merapat ke tengah untuk belok kanan. Fokus saat
berkendara! Itulah yang utama.
0 Komentar