Hari demi hari saya mulai memahami karakter 8 anak yang saya ajar tahun ini. Jujur saya akui, tidak ada bekal sedikitpun yang saya miliki berkaitan dengan ilmu jiwa anak. Padahal kata Dita Puti sarasvati dalam bukunya Mendidik Pemenang Bukan Pecundang: jika ingin menjadi guru, “pelajarilah ilmu jiwa anak, guru sekarang banyak yang tidak mengerti tentang kejiwaan anak-anak”. Keterbatasan ini salah satunya karena semasa kuliah dulu, saya kurang tertarik tentang psikologi. Mengharap materi mumpuni dari kampus? Nihil! Kampus lebih mementingkan penguasaan kurikulum dibanding ilmu mahapenting ini?
Lantas, bagaimana mungkin mengajar anak tanpa memiliki kemampuan memahami karakter anak usia dini? Inilah kelemahan saya, dan mulai saya pelajari. Dan karena saat ini bergelut di dunia praktis, maka saya mencoba mempelajarinya tidak dengan membaca buku, tapi berhadapan langsung dengan mereka. Melalui interaksi ini, saya menyadari bahwa setiap anak itu memiliki memiliki karakter yang sangat beragam. Masing-masing punya keunikan tersendiri. Padahal, kelas yang saya ampu amatlah kecil. Tahun lalu hanya 13 anak, sekarang 8 anak. Bagaimana ya dengan guru-guru yang mengampu kelas dengan jumlah siswa besar.
Inilah hasil pembacaan saya terhadap karakter 8 anak yang saya ampu selama kurang lebih dua bulan ini.
Ainun. Dia anak yang rajin. Jabatan ketua kelas yang disandangnya kelihatan bukan keinginannya. Tapi karena saya melihat ada potensi yang dimiliki, maka saya memberikan tugas itu kepadanya. Kebiasaan manja kadang terlihat, meskipun dia selalu berusaha menutupinya. Seperti saat dia merasa kesulitan dan buntu mengerjakan satu soal, dia akan merengek meminta bantuan saya. Anaknya periang. Maklum, background anak tunggal menjadikannya sebagai anak yang mengharuskan setiap kondisi itu menyenangkan baginya. Meski demikian, dia tidak pernah mengeluh dan tidak cengeng. Hanya dalam kondisi tertentu dimana ia merasa sakit hati dengan temannya, dia akan diam. Selama ini dia tak pernah menangis. Untuk urusan prestasi akademik, dia menonjol. Karena rajin, maka catatannya full. Jawaban tiap soal diselesaikan sedetail mungkin, meski kadang berlebihan. Over all, dia punya modal bagus menjadi siswa berprestasi.
Rian. Dia anak yang patuh. Dia sudah punya kesadaran meng-upgrade diri dengan bantuan guru. Maksudnya, ketika dia ditugaskan sesuatu, misalnya menjadi petugas upacara, maka dia akan diam sejenak untuk berpikir dengan alasan dia merasa belum mampu melaksanakannya. Tapi sejurus kemudian, dia akan mengikuti perintah itu dengan meminta bimbingan. Hanya saja, dia agak ceroboh. Beberapa kali ia mengaku buku catatannya hilang. Saya kurang tahu kondisi keluarganya di rumah, tapi tampaknya ia berusaha sendiri untuk menata kehidupan sekolahnya tanpa bantuan orang tuanya.
Firdaus. Dia yang paling banyak bicara di kelas. Kadang kebiasaan itu membuat saya jengkel. Bahkan saya pernah menyesal karena pernah menegur anak ini untuk tidak suka mencari perhatian. Saya memang paling tidak suka dengan orang yang suka cari perhatian. Tapi saya benar-benar menyesal. Karena ternyata itulah ekspresinya menghadapi sesuatu. Buku catatannya buruk. Dia paling malas untuk urusan catat mencatat yang detail. Tapi dibalik itu, saya tahu dia sebenarnya anak cerdas. Ingatannya kuat. Jika suatu materi diajarkan hari itu, dia akan ingat mulai a sampai z. Tapi mungkin karena bawaannya yang malas dan kurang diingatkan orang tua, lain hari ingatannya berkurang. Satu hal yang saya kagumi dari anak ini, jika saya memberikan suatu permasalahan berkaitan dengan materi pelajaran, dia punya keberanian untuk menjawab soal-soal itu dengan penalarannya sendiri. Dia berani keluar dari belenggu pendidikan yang mengharuskan siswa menjawab persis dengan apa yang ada di buku.
Nanda. Dialah yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata anak pada umumnya. Mengajar anak ini akan membuat guru manapun membusungkan dada dan bangga dengan profesinya. Saya heran, ketika menjelaskan konsep baru, sesekali saya masih belepotan. Sebagian siswa minta mengulang, tapi tidak dengan anak satu ini. Dia langsung paham. Kadang saya harus mencari materi pengayaan yang ia kerjakan sendiri untuk membuatnya terus fokus, karena kerjanya lebih cepat dibanding yang lain.
Bersambung
Kepanjen, 21 September 2016
0 Komentar