Selamat datang di blog portofolio, jurnal, dan catatan harian AzzamArifin.web.id

Benarkah Profesi Guru itu Mudah?

Dari semua profesi yang berkaitan dengan bidang kepegawaian, profesi guru agaknya memiliki perbedaan yang paling signifikan. Hal ini terkadang kurang disadari oleh pegawai dari dinas lain. Ada ungkapan negatif yang sering muncul, “Jadi guru sekarang enak, jam 12 sudah bisa pulang,”. Ada lagi, ”Guru sekarang enak, gajinya dobel karena ada sertifikasi”. Inilah ungkapan orang-orang yang belum pernah menggeluti sisi praktis dunia kependidikan. Setidaknya ada dua hal yang membuat profesi guru harus dibedakan dengan yang lain. Pertama, apa yang disebut orang sebagai jam kerja, yakni antara jam 07.00 sampai 12.00 itu hanyalah satu dari sekian tupoksi seorang guru. Tupoksi itu disebut “pelaksanaan”. Seorang guru profesional dituntut sedikitnya memiliki 3 tupoksi, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tugas inilah yang mengharuskan para guru “mencuri” waktu berkumpul bersama keluarga untuk membuat RPP (perencanaan) dan mengkoreksi hasil pekerjaan siswa (evaluasi). Ini adalah tugas yang masih sangat minimal.

Jauh daripada itu, jika dicermati apa yang ada pada lembaga tingkat SD, tugas tambahan tak terhitung jumlahnya. Operator misalnya, dengan sistem pendataan saat ini yang berbasis IT, maka guru yang seharusnya hanya fokus pada pembinaan dan pembimbingan potensi siswa harus “mendua” dengan mengisi data-data dapodik. Bagaimana jika tugas tambahan ini dilakukan asal-asalan dengan alasan bukan tupoksinya? Ya data tidak terinput ke Kementerian sehingga hak dan kewajiban baik guru maupun siswa di lembaga itu diabaikan. Demikian juga dengan bendahara BOS, guru yang tidak memiliki keahlian administrasi dan pelaporan keuangan dituntut menguasai, berikut waktu di luar jam kerja yang menjadi implikasinya. Sebuah apresiasi kepada Presiden yang beberapa waktu memberikan kritikan, “Guru dan Kepala Sekolah jangan hanya sibuk mengurus SPJ. Menurut saya salah jika orientasinya semacam itu.” Para guru se-Indonesia kiranya berharap ungkapan Presiden ini ditindaklanjuti berupa pembaruan kebijakan pelaporan dana BOS, sebab yang terjadi di lapangan, bentuk pelaporannya memang tidak dibuat mudah, tapi justru dibuat rumit dan dipersulit. Percayalah, kegiatan yang paling nyaman dikerjakan guru hanyalah pada saat berhadapan dengan anak-anak, berinteraksi, membimbing dan membentuk karakter mereka. Siapa atau apa yang menggeser peran guru untuk fokus “memelototi’ SPJ?

Kedua, profesi guru dituntut memiliki pribadi yang positif. Kita sering melihat, ada satu atau dua kasus tentang tindakan amoral guru, maka pemberitaan akan langsung mengarah pada kemerosotan pendidikan secara keseluruhan. Jika kasus serupa muncul pada profesi lain, maka pemberitaan tidak akan digenerelasisir seperti itu. Memang berat jika suatu pekerjaan berhubungan dengan pembinaan moral. Salah sedikit saja, maka cap negatif akan terkenang lama. Belum lama ini, Mario Teguh yang tak pernah kebahisan stok kata-kata motivasi, harus pontang-panting menhadapi serbuan cap negatif akibat kabar tak sedap yang menimpanya. Pembelaan demi pembelaan yang disampaikannya seolah tak mampu menghadang arus ketidakpercayaan terhadap sosoknya. Ini adalah kasus yang seorang motivator terkenal. Meskipun dalam konteks yang lebih kecil, guru juga merasakannya. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Jika sudah mengetahui dan mengalami sendiri apa saja tantangan dan resiko yang ada, orang akan berpikir dua kali untuk mengatakan profesi ini adalah profesi yang mudah.

Kepanjen, 28 Maret 2016

0 Komentar