Selamat datang di blog portofolio, jurnal, dan catatan harian AzzamArifin.web.id

Pernikahan Teman SMA

Hari ini saya ada jadwal menghadiri resepsi pernikahan teman sekelas waktu SMA. Namanya Nico. Dulu, kami berteman cukup akrab, baik di dalam maupun luar sekolah. Satu hal yang agak unik, kami punya tanggal lahir yang persis sama. Kesamaan ini kadang menjadi bahan perbincangan saat berkomunikasi dengannya selepas lulus. Keunikan berlanjut ketika kami diterima sebagai CPNS pada tahun penerimaan yang sama. Bedanya, dia di dinas perhubungan, sedangkan saya sebagai guru di dinas pendidikan, sesuai jurusan kuliah yang kami pilih masing-masing.

Bagi sebagian orang, mengirim undangan via sms, w.a, bbm atau sejenisnya dianggap kurang sopan. Atau minimal cara itu dianggap kurang serius dalam mengharap kedatangan orang yang diundang. Tapi inilah yang dilakukan sahabat saya ini. Dia mengirimkan kabar hari pernikahannya via pesan bbm. Toh saya juga tidak pernah mempedulikan anggapan orang-orang. Mengirim undangan dengan cara apapun sah-sah saja, asalkan tahu siapa yang dituju. Jika memang bersahabat, maka undangan via lisan saja sudah cukup. Justru akan membuat kita malu jika ada sahabat dekat yang repot-repot memberikan undangan resmi laiknya orang jauh.

Hanya saya harus mencari cara untuk menghadiri acaranya tepat waktu, karena di undangan tertera pukul 13.00 sampai 16.00. Waktu seperti ini kurang akrab bagi pekerja seperti saya. Apalagi jaraknya ratusan kilometer. Belum lagi acara ini diselenggarakan di hotel, sehingga mau tidak mau harus datang di antara jam itu. Jika telat, maka tidak ada harapan menemuinya. Maka tidak ada pilihan lain selain meminta izin kepala sekolah untuk pulang lebih awal dari biasa, untuk mengejar jadwal acara pernikahannya.

Saat berangkat sekolah, saya merencanakan nanti pulang pukul 10.00. Kepala sekolah menyetujuinya. Namun karena ada tugas administrasi mendadak, saya harus pulang pukul 11.00. Saya berpikir waktu ini cukup mepet, sehingga saya harus menggeber gas sepanjang perjalanan agar nantinya tidak terlambat. Mungkin karena tergesa-gesa, saya agak heran jalanan saat ini kebetulan sedang ramai, tidak seperti biasa. Sampai di rumah, saya segera mengajak istri untuk segera berangkat, mengingat waktu yang semakin mepet. Lagi-lagi, jalan raya mulai Lodoyo sampai Tulungagung sangat penuh. Saya sudah hampir putus asa. Saya mulai berpikir kalaupun telat, saya akan menunggu di rumahnya meskipun dia belum tentu juga pulang ke rumah.

Satu hal yang menurut saya unik, saya sampai di hotel Narita tepat pukul 16.00. Benar-benar tepat. Namun meski datang di saat injury time, saya melihat ada tanda-tanda kegagalan. Begitu turun  dari mobil, saya mulai menyapa ibu-ibu, sepertinya penerima tamu. Benar, acaranya sudah usai! Hadeeh.

“Oh, disusul aja ke salon larasati. Mungkin belum pulang Nico-nya..” ujar ibu-ibu yang berpakaian kebaya.

Saya kembali masuk ke mobil untuk menuju salon yang dimaksud, berharap Nico benar-benar belum pulang. Namun, saat hendak menghidupkan mesin, ibu-ibu tadi memanggil istri saya,

“Mbak kita bisa bareng juga?”

“Monggo buk..” jawab istri saya.

Akhirnya ibu itu masuk ke dalam mobil bersama seorang pria paruh baya dan remaja 18 tahun-an. Kami diminta mengikuti mobil avanza putih di depan.

Di dalam mobil, kami bercengkerama. Dari obrolan ini, saya menjadi tahu bahwa mereka berdua adalah ayah ibu-nya Nico. Maklum, dulu waktu main ke rumahnya, orang tuanya tidak pernah ada di rumah. Katanya kerja. Baru kali ini saya bisa menyapa beliau.

5 menit berselang kami sampai di salon larasati. Nico keluar menemui saya dan istri. Setelah mempersilahkan masuk, ia mengenalkan istrinya. Kami berbincang terutama soal kegiatan selama menjadi CPNS. Tak terasa, kami berempat berbincang kurang lebih setengah jam. Tentu saya harus sadar diri pengantin baru ini sedang merasa lelah. Saya mengerti karena pernah merasakannya usai melangsungkan resepsi pernikahan dulu. Akhirnya, setelah mengucapkan selamat atas kebahagiaannya, saya bersama istri pamit pulang.

Dalam perjalanan pulang, saya bersama istri sempat berandai-andai. Jika kami datang tepat waktu, mungkin kami tidak akan punya kesempatan mengobrol dengan Nico atau menyapa ayah ibunya. Ternyata dibalik kecemasan yang menghampiri saat perjalanan berangkat, di akhir kami menemui keberuntungan.

Kepanjen, 22 September 2016

0 Komentar