Pagi ini udara berkabut. Jarak pandang hanya beberapa meter di depan. Adikku, seperti biasa berangkat sekolah jam segini, setiap hari. Kadang aku heran, dia bisa begitu on time. Saat kutanya, ternyata ia tak sendiri. Tiap menempuh perjalanan menuju sekolahnya di MAN Tulungagung 1, ia hampir selalu berpapasan dengan orang yang sama. Berarti ada indikasi anak se-usianya membiasakan diri konsisten berangkat di jam yang sama.
Aku sendiri dulu tak serajin adikku, paling tidak untuk urusan berangkat sekolah. Aku selalu berangkat di jam yang begitu mepet dengan jam masuk sekolah. Begitu melewati gerbang sekolah, bel tanda masuk berbunyi. Itu kulakukan hampir tiap hari. Meski begitu, tak seharipun aku merasakan yang namanya datang telat.
Sekarang aku bukan lagi siswa, tapi sudah menjadi guru. Namun persoalan berangkat di jam yang mepet masih menjadi permasalahan. Aku sering terlambat. Sering kepala sekolah menegur untuk datang lebih awal. Paling tidak untuk memberi contoh bagi siswa-siswi agar memiliki karakter disiplin. Tapi sekali lagi ini masalah akut bagiku. Hidup serba disiplin masih menjadi keinginan.
Hari ini merupakan hari ketiga Ujian Akhir Madrasah. Sebagai panitia, aku hanya bertugas di sekolah saja untuk melengkapi kebutuhan-kebutuhan ujian. Tidak seperti empat guru lain yang diplot sebagai pengawas ruang. Mereka bertugas di sekolah-sekolah lain sesuai jadwalnya. Tentu tugasku lebih ringan. Yang paling perlu dipikirkan mungkin hanya kedatangan Bapak Pengawas Pendidikan yang melakukan monitoring sewaktu-sewaktu. Toh kalau semua administrasi sudah lengkap, tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Sesampai di sekolah, aku langsung bertanya kabar Ibu Kepala yang baru saja pulang dari tugas dinas ke Surabaya. Beliau membawa oleh-oleh yang manis, berupa 154 item akreditasi yang harus dilengkapi dalam waktu dekat. Kesempurnaan masing-masing item ini nantinya akan menentukan status akreditasi sekolah ini, apakah itu A, B atau C. Sekarang, sekolah ini sudah menyandang status akreditasi A, maka mau tidak mau harus ada kerja keras dari seluruh warga sekolah untuk melengkapi keseluruhan item itu demi mempertahankan status akreditasi yang kami miliki. Untuk pengerjaannya, Ibu kepala mengintruksikan untuk mulai dikerjakan setelah Ujian Sekolah, 18 Mei mendatang. Untuk sekarang, biar guru-guru fokus pada kesuksesan Ujian terlebih dulu.
Hampir sama seperti dua hari kemarin, suasana ngantuk menjangkitiku. Mungkin keadaan sepi karena yang masuk sekolah hanya kelas 6 yang sedang ujian. Kadang aku merasa jengkel dengan suara gaduh anak-anak, apalagi pas sedang sibuk mengerjakan tugas keadministrasian tertentu. Tapi saat ini, suara gaduh itu benar-benar kurindukan.
Tepat jam 11 siang, bel berbunyi. Menandakan aktifitas sekolah pada hari ini sudah selesai. Anak-anak telah menyelesaikan dua mata ujian. Entah mereka terlalu yakin dengan jawaban ujiannya, atau tidak peduli dengan hasil ujiannya, mereka tetap tersenyum begitu keluar kelas. Canda tawa bersama teman-temannya seolah tak menyiratkan adanya ketakutan akan hasil ujian nantinya.
Bagi bapak Ibu guru lain, tugas yang menyangkut sekolah sudah selesai. Tapi tidak bagiku. Jam 4 sore nanti, aku harus menghadiri technical meeting turnamen futsal yang akan digelar besok hari Sabtu. Maka, ketika Bapak Ibu guru panitia sudah pulang, aku masih bertahan untuk melengkapi persyaratan turnamen, mulai dari daftar susunan pemain, surat keterangan dari kepala sekolah, dan akta kelahiran. Jam 1 siang akhirnya bisa pulang, sekaligus istirahat sebentar untuk persiapan acara sore nanti.
Sampai di SMPI Al Azhaar, tempat diadakannya technical meeting, saya dipandu oleh dua orang siswa (sepertinya anggota OSIS) menuju ruang technical meeting. Di dalam sudah banyak yang hadir. Kurang dari 1 menit saya duduk, acara dimulai.
Seseorang yang tampaknya pemilik lapangan futsal (Global Futsal Tulungagung) membuka acara. Dilihat dari cara bicaranya, tampaknya ia ingin membawa forum ini ke dalam suasana non formal. Mungkin dia berharap dengan suasana santai, para guru pendamping/official ini tak canggung untuk mengutarakan usulan atau pertanyaan demi suksesnya acara. Saat sesi tanya jawab, tak satupun kalimat muncul dari mulutku. Bagiku memang tidak ada perlu kutanyakan. Beberapa official tampak begitu bersemangat menyampaikan pertanyaan, khususnya berkaitan dengan peraturan pertandingan. Salah satunya, official yang duduk tepat di samping kiriku. Ia begitu aktif. Tampaknya ia benar-benar pelatih futsal yang mumpuni.
Tiba acara yang inti, yakni drawing. Satu persatu tim dipanggil. Tiba giliranku, dapat nomor B4. Itu berarti tim MI Bendiljati Wetan masuk di grup B dan bertanding hari Sabtu pukul 13.30 WIB. Di pertandingan pertama, kami berkesempatan melawan MIM Plus swaru Kecamatan Bandung, yang tidak lain dilatih oleh Bapak yang disamping saya tadi. Anak-anak dari Bandung terkenal dengan kekuatan fisik anak-anaknya. Apapun itu, karena ini sistem gugur, maka tidak ada cara lain selain memenangkan pertandingan ini, jika ingin maju ke babak selanjutnya.
Sepanjang perjalanan pulang, aku memikirkan anak-anak. Harapanku, mereka bermain penuh semangat, itu saja. Menang atau kalah itu nomor sekian. Yang penting ada niat kuat dari mereka untuk tidak mudah menyerah dan berusaha memenangkan pertandingan.
Bendiljati Wetan, 23 April 2015 jam 00.39 WIB
1 Komentar
menjadi runner up, kado perpisahan yang manis!
BalasHapus